Senin, 23 November 2009

Kecewa Keluarga Korban pada Pemerintah

Pojok kuansing:
“Akibat cuaca buruk, semua pelayaran dari dan ke Batam di tunda keberangkatannya!” Suara itu lantang keluar dari mulut Kompol Suyanto, Kepala Posko Sementara Keselamatan Pelayaran Pelabuhan Domestik Sekupang melalui pengeras suara dihadapan ratusan calon penumpang.
“Siapa yang sudah membeli tiket dapat menukarkannya kembali. Atau bagi siapa yang mau menunggu, boleh menunggu. Sementara keberangkatan ditunda, begitu juga bagi yang menjemput keluarga, kapal ke Batam tidak ada, belum boleh berlayar,” katanya berulang kali. Hal senada juga disampaikan Azhar, Humas Indonesian National Shipower Association (INSA) Batam. “Bagi yang tidak jadi berangkat, tiket yang dikembalikan tidak akan ada pemotongan.” Menurut Azhar ada ratusan penumpang yang menunda keberangkatannya. Pasalnya, satu hari ada 18 trip kapal yang berangkat. “Sehari bisa sampai 700 sampai 800 penumpang,” ungkapnya lagi. Akibatnya, sebagian penumpang mengembalikan tiketnya. Begitu juga dengan keluarga korban yang akan berangkat ke Karimun untuk melihat korban, harus menunda keberangkatannya. “Gak bisa, katanya cuaca buruk,” ujar salah seorang keluarga korban. Di tengah kegundahan dan rasa haru terhadap apa yang telah menimpa sanak saudara mereka, para keluarga korban Dumai Express 10 ini disuguhi pemandangan yang sangat tak lazim. Sebuah Kapal Bea Cukai 7005 merapat di dermaga. Dari dalam kapal turun sejumlah pejabat Pemko Batam yang dipimpin Setda Pemerintah Kota Batam, Agus Sahiman beserta beberapa korban yang masih kerabat pejabat Pemko Batam dan jenazah Bram Wijadmiko yang telah dikemas dalam peti jenazah dan diusung oleh rekan-rekan seangkatannya menggunakan baju kebesaran putih-putih. Turunnya keluarga besar Pemko Batam ini terang saja mengundang perhatian para keluarga korban. “Ini tak adail namanya, keluarga kami juga sedang menunggu kehadiran kami di sana (Karimun) tapi pemerintah melarang kapal berlayar, sementara satu orang saja pejabat pemko yang jadi korban langsung dijemput pakai kapal,” ungkap salah seorang keluarga korban dengan nada tinggi di depan meja Posko. Menurut mereka, kapal BC tersebut sebenarnya muat untuk mengangkut korban-korban baik yang selamat maupun yang sudah meninggal dari Karimun menuju batam. Mereka menilai Pemko Batam tak memperdulikan masyarakatnya dan hanya mementingkan pejabatnya saja. “Kami orang miskin gak punya apa-apa, makanya pemerintah tak mempedulikan kami,” lanjut pria bertubuh tinggi besar itu. Iis, salah seorang keluarga korban juga mengaku kecewa dengan Pemko Batam. “Saya sudah tahu keluarga saya meninggal, bahkan nomor kantong mayatnya pun saya tahu dari rekaman salah satu stasiun televisi. Kemarin saya mau berangkat tapi tak diperbolehkan. Katanya cukup mengirimkan fax maka jenazah adik saya dibawa ke Batam. Tapi setelah dikirim fax dengan lengkap, kok jenazah adik saya tak dibawa. Kok hanya jenazah orang pemko saja yang dibawa,” ketusnya. Iis dan para keluarga korban lainnya berharap Pemko Batam lebih adil dan bijaksana dalam menangani para korban musibah ini. Ditunggu Ratusan Pelayat Jenazah Bram Wijatmiko, Kabid Pertamanan Dinas kebersihan kota Batam beserta keluarga tiba di pelabuhan Dometik Sekupang tepat pukul 13.15 WIB. Ratusan pelayat sudah menunggu kedatangan jenazah pria murah senyum tersebut. Setelah peti jenazah diturunkan dari kapal, dilanjutkan upacara Abdi Praja yang merupakan tradisi STPDN. Bram Wijatmiko adalah alumnus STPDN Angkatan VII dan lulus tahun 1999. Jenazah kemudian diiring ke mobil ambulan yang telah menunggu di parkiran pelabuhan. Dalam rombongan tersebut juga terdapat Elis Swarsih, istri dan dua orang putranya yakni, Bambang serta Irsyat (5) yang berhasil selamat. Sedangkan Raihan salah seorang putranya masih dinyatakan hilang. Azwan, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Batam mengatakan, sangat kehilangan atas meninggalnya Bram. “Ia merupakan pejabat karir yang selalu komit atas pekerjaannya,” ungkap Azwan saat menjemput jenazah, Senin (23/11) siang. Azwan mengaku terakhir kali kontak dengan almarhum hanya melalui pesan pendek, yang menyatakan almarhum izin tidak masuk kerja dengan alasan akan melihat orang tua yang sedang sakit keras. “Tadi malam kami mendapat berita dari Pekanbaru oarng tua sakit keras. Saya izin ke Pekanbaru. Tugas-tugas yang penting diselesaikan malam ini (Sabtu) dan akan dilanjutkan kasi,” Azwan membacakan SMS yang dikirim almarhum terakhir kali. Jenazah almarhum bakal diterbangkan ke kampung halamanya di Pekanbaru dilepas langsung oleh walikota,” ungkapnya.(qori ul fitra) Mayat Adik di Hape Polisi Tangis Tesy (46) pecah di tengah-tengah kerumunan para keluarga korban Dumai Express 10, yang setia menunggu informasi dan kedatangan keluarganya dari Dumai, di Pelabuhan Domestik Sekupang, kemarin. Wanita berjilbab merah hati ini histeris setelah salah seorang polisi wanita menunjukkan foto mayat seorang wanita yang menjadi korban tenggelamnya ferry tersebut. “Betul ini Ida, lihat gelang sama cincinnya ini punya dia semua. Ini Ida,” ungkapnya sambil sesenggukan. Ida atau yang memiliki nama lengkap Aida Mustafa, merupakan adik kandung Tesy warga Bengkong Harapan. Wanita tersebut berencana pulang kampung ke Solok, Sumatera Barat melalui Dumai. “Dia sengaja lewat Dumai, karena ada urusan sedikit di sana,” ujar kakak ipar Ida yang ikut mencari informasi di pelabuhan tersebut. Mengetahui kalau adiknya telah menjadi mayat, baik Tesy bermaksud langsung ke Karimun, namun apa daya, tak satu pun kapal rute pulau itu yang boleh berlayar. “Macam mana mau berangkat, kapal tak ada. Terpaksa kami tunggu di sini aja,” katanya. Hawa duka juga menyelimuti keluarga Keni (35), pasalnya Fadilla Silvia Roza (8) sang keponakan ditemukan tewas. Sebelumnya Fadilla dinyatakan hilang, setelah kapal Dumai Esspress 10 yang ditumpanginya tenggelam. Sedangkan Zul (35) dan Riza (30) orang tuanya serta dua adiknya Tiva (6) dan Tio berumur 5 bulan dinyatakan selamat. “Dila ditemukan mengapung,” ungkap Keni di pelabuhan Domestik Sekupang, Senin (23/11) siang menunggu kepulangan jenazah keponakannya itu. Keni mengungkapkan, keponakannya itu sebelumnya telah sempat dibawa ke atas kapal, tapi karena gelombang besar, Fadilla kembali jatuh ke laut dan akhirnya meninggal dunia. “Mungkin karena nggak ada yang megang,” ungkapnya. Ia berharap jenazah keponakannya itu segera dipulangkan ke Batam supaya segera dikebumikan. “Mudah-mudahan cepat dibawa ke sini,” ujarnya. Keni juga mengungkapkan dari daftar korban yang ada di Batam, nama keponakannya itu tidak ada. Ia mengaku mengetahui langsung dari Riza, orang tua korban. “Di daftar korban yang ditempel gak ada, ibunya yang langsung telepon,” ungkapnya lagi. Ditengah kepanikan dan kegelisahan para keluarga korban itu, tiba-tiba sekitar pukul 10.35 WIB, salah seorang keluarga korban nampak tidak sadarkan diri setelah mengetahui salah seorang keluarganya meninggal dunia. “Dia lihat daftar korban itu, katanya yang meninggal ibu sama adiknya,” ungkap salah seorang wanita yang membantu mengefakuasi wanita tersebut ke atas mobil carry dan langsung dibawa ke RS Otorita Batam. Tidak hanya itu, salah seorang wanita juga nampak terus menitikkan air matanya lantaran kabar keselamatan sanak saudaranya masih simpang siur. Selembar foto dan tiga kartu yang juga di permukaannya tertempel foto itu terus dipandanginya. Dengan langkah gotai Horizon berebut melihat daftar nama-nama penumpang baik yang selamat, tewas maupun yang belum ditemukan, yang baru saja di update pihak kepolisian di Posko Informasi Bencana Dumai Express 10 di Sekupang. “Ini Kakak ipar saya, yang ini anak-anaknya,” ungkap pria berwajah teduh itu sembari menunjukkan foto wanita berjilbab dan da kartu pelajar dan sebuah kartu berobat atas nama Ronal Afitri 11 tahun, Putri Haryanti 9 tahun dan Aisyah Heriyanti 2,5 tahun. “Yang berjilbab ini ibunya Sri Yanti usianya 37 tahun,” jelas Horizon. Menurut pria bertopi ini, abang dan keluarganya menumpang Dumai Express untuk pulang kampung merayakan lebaran Idul Adha. “Dia mau ke Solok, kemarinkan saat Idul Fitri tak pulang, jadi Idul Adha ini pulang,” katanya. Dalam pristiwa naas itu, sang abang selamat, sementara istri dan anak-anaknya tak dapat tertolongkan lagi dan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya. “Tak ada abang saya saya sudah cari di rumah Bupati Karimun, rumah sakit sampai kamar mayat, tapi tetap saja tak ketemu,” ceritanya.(one/qul)

2 komentar:

  1. Saya selaku anak batam yang tinggal di jakarta dan menggeluti PR, sangat perihatin dan turut berduka cita akan musibah ini...Tapi ini setidaknya menjadi pelajaran bagi Departemen Perhubungan Laut khususnya, dan Pemerintahan Kota Batam pada umunya untuk lebih concern dalam mengawasi kapal2 yang mempunyai kepentingan profitably agar sesuai dengan ISO dan tidak bertindak sewenang2nya..Ini adalah pelajaran untuk kita smua dan kita harap kejadian seperti ini tidak terulang lagi....

    BalasHapus